Mahasiswa Bunuh Diri

Innalillaahi wa inna illaihi rojiun

Betapa mudahnya orang terfikirkan untuk bunuh diri….

Berapa banyak orang melakukan tindakan bunuh diri….

Ini dilakukan juga oleh kaum muda… kaum intelektual…

Ada apa sebenarnya????

Baru-baru ini 2 buah kejadian bunuh diri yang dilakukan oleh 2 orang mahasiswa/i di Jakarta.

Apa yang tercantum dalam media tentang hal ini?

Keduanya depresi.. karena nilai dibawah standrat… dan tidak juga kunjung lulus…

Saya adalah seorang ibu…

Sayapun sering “bermasalah” dengan anak-anakku….

Ketika saya merasa mereka tidak mematuhiku…

Ketika saya merasa mereka tidak memenuhi harapan-harapanku..

Buatku…

Ketika kasus ini terjadi… saya pun merasa terpukul….

Beberapa hal yang menurutku menjadi sebab terjadinya (dari kacamataku…) adalah :

1. Sang Ortu… dan Sang anak… pastilah tidak ada komunikasi yang lancar…. sebabnya bisa jadi sang Ortu yang tidak mau “down to erath”… menyadari… potensi… kekurangan… minat sang anak… Dia sibuk dengan pendapatnya sendiri.. keinginannya sendiri… yang (mungkin) terpaku pada pola hidup di lingkungan sekelilingnya. Bisa jadi… sang anak.. yang dengan motivasi tersendiri… (sayang yang berlebihan pada orang tua) tidak berani/ mau mengungkapkan persoalannya pada orang tua..

Ini dapat terjadi… pada masyarakat kalangan bawah… yang untuk hidup saja pas-pasan… berkeinginan… memiliki anak dengan title… tertentu… demikian semangatnya… sehingga sang ortu akan berjuang mati-matian agar keinginan tercapai… mengabaikan dan mengorbankan dirinya… untuk keberhasilan sang anak… pada akhirnya… timbul obsesi yang berlebihan… Sang anak… melihat dan merasakan perjuangan orang tua.. terpacu untuk membuktikan dan menghadirkan impian tersebut menjadi nyata. Apa daya… ternyata.. sang anak kemampuannya pas-pasan…  Sang anak menjadi terpuruk dan depresi… tetapi tidak punya kemampuan untuk menjelaskan situasi ini pada orang tua.

Atau jika pada kalangan kelas atas dan menengah… seringkali.. yang menjadi pijakannya adalah “gengsi”… Status sosial.. tidak memungkinkan adanya… keadaan yang “lebih rendah” dari expectation lingkungan… Akhirnya kembali tekanan berlebihan akan diluncurkan pada sang anak. Dan.. karena status sosial ini pulalah… tidak banyak kesempatan bagi orang-orang yang ada dalam lingkaran ini.. untuk menunjukkan rasa.. kesulitan… persoalan… (karena dipandang sebagai aib) ditambah… kesibukan-kesibukan dari orang tua.. yang membuat waktu terbatas untuk berbicara apalagi bermanja-manja untuk sang anak.

2. Kurang pemahaman akan tingkatan pencapaian dalam hidup. Untuk sebagian orang… tingkat pencapaian tertinggi adalah jika.. telah mencapai kedudukan hebat… punya penghasilan besar… Status sosial.. tinggi dsbnya…  Ada yang dilupakan… dan justru menjadi yang terpenting… adalah… manjadi manusia seutuhnya… Utuh dalam artian… mencapai standrat “perjanjian” sebagai makhluk Allah…

Jika saya boleh mengutip… seorang ustadz sempat menyampaikan… perumpamaan manusia hidup didunia ini bagaikan.. perjalanan kita antara waktu ashar.. hingga maghrib…(+/- 3 jam)  Sangat singkat. Kita sering mengabaikan waktu yang singkat tersebut untuk mengisi dengan hal bermanfaat karena kita beranggapan kita masih punya 21 jam lain untuk digunakan mengejar target.

Bayangkan… jika ternyata yang hanya 3 jam tersebut… ternyata merupakan penentu dari yang 21 jam… Pastilah… kita akan sangat serius melewatinya… bahkan… kalau boleh kita akan menunda tidur, mandi bahkan makan… Fokus pada pencapaian di 3 jam.

Hmmm jika boleh saya kembalikan lagi… jika hidup kita yang hanya sebentar ini… kita lewati dengan melakukan kesalahan sangat-sangat besar…. bunuh diri… pastilah… sisa lain dari kehidupan yang lain akan menjadi sesuatu yang sangat mengerikan…

Allah sangat mengutuk dan tidak memberikan ampunan pada orang-orang yang melakukan bunuh diri…

Bayangkan kemarahan orang tua… kekecewaan karena putus cinta… depresi karena tidak naik pangkat… yang dijadikan sebab untuk bunuh diri… jika dibandingkan dengan apa yang menjadi ketentuan Allah… bukanlah apa-apa.

Lalu… maukah kita menukar kasih sayang Allah… kehidupan akhirat, yang tidak pernah ada akhirnya… berapapun usia kita kelak… (dimana satu hari akhirat dinyatakan sebanding dengan 50 tahun kehidupan didunia fana).. dengan ketegaran… menghadapi kemarahan orang tua… kesulitan karena hutang.. bermasalah dengan kekasih hati.. kebangkrutan financial dsb dsbnya yang lamanya proses pemulihannya mungkin hanya 1 hari atau mungkin 10 tahun… dunia??? Sungguh-sungguh naif… kalau itu kita lakukan….

Itu artinya… kita sungguh-sungguh tidak paham tentang skala prioritas pencapaian…. Yang mestinya sebagai bagian dari kaum intelektual, anak-anak muda pelaku bunuh diri… mencanangkannya.

3. Adanya.. pergeseran.. pola hidup dari masyarakat Indonesia.  Ada masanya… ketika sebuah komunitas… sangat menyatu… Persoalan yang dimiliki oleh sebuah keluarga… dirasakan oleh keluarga-keluarga yang lain… Tidak ada gengsi… yang ada hanyalah.. kasih sayang dan kekeluargaan. Ini yang sekarang jadi hal langka…

Saya terus-terang masih sangat ingat.. saat-saat… tetangga.. dengan baik hati menawarkan… bantuan, melihatku kerepotan mengurus putri sulung… (waktu itu ia masih berumur setahunan)… atau saat berbagi makanan.. karena bau masakan menerbitkan air liur.. atau ketika saya pulang dari bepergian ditengah hujan deras…  cucian bajuku sudah terlipat rapi diteras rumah… selamat dari cucuran air hujan.

Masa-masa itu berlalu sudah…

Sekarang… seringkali… saya tidak pernah melihat wajah tetangga sebelah rumahku… untuk waktu yang cukup lama (heh… saya juga sama… meninggalkan rumah sebelum jam 6 pagi… sampai dirumah lagi sudah lewat adzan Isya)…  saya yakin mereka juga merasakan hal yang sama.

“Kekosongan”… merasa “sendiri”… tidak ada teman untuk berbagi cerita… itu bukan lagi cerita baru

(Alhamdulillahnya… saya dan para tetangga sebelah rumah… masih sering bersilahturahmi melalui SMS… jadi masih saling tahu… apa-apa yang terjadi diantara kami… Fuh.. walaupun begitu tetap saja… yang namanya pesan  singkat… beritanya ya singkat-singkat saja…. )

4. Kecepatan dan perubahan dunia mencapai kemajuan…. Orang menjadi begitu.. tertantang dan terfokus pada pencapaian-pencapaian cepat… sangat berbeda dengan saat zaman orang tua kita dulu… Saya masih juga ingat… bagaimana senangnya… duduk-duduk disore hari… dengan para sesepuh… menikmati teh hangat… kue kecil.. bercerita, bercengkrama… dengan suasana penuh.. kekeluargaan…. Sekarang???? Mana sempat!!!

Jika dulu… pergi ke surau… disore hari… adalah untuk bermain dan belajar…  Saya tuliskan bermain lebih dulu… karena memang itu tujuan kesana… untuk bermain… baru setelah itu (jika sempat) belajar… Sekarang pergi ke TPA adalah untuk belajar dan bermain…. Belajar lebih utama… karena jika tidak sesegera mungkin menguasai pelajaran di TPA…  bertumpuk-tumpuk target lain… (bahasa Inggris, matematika, menggambar, main musik dsb-dsbnya) akan mengejar… sehingga ilmu TPA akan terlewat. Main???? nanti dulu…

5. Satu hal lagi… ketika “percepatan” menjadi gaya hidup… orang mengabaikan… arti perjuangan…  Orang-orang yang “smart” mendapat hasil lebih cepat… lebih dihargai dari orang-orang yang berjalan… perlahan… tekun.. dalam meraih asa.  Saya sering mengartikan dengan budaya “MIE INSTAN”.  Orang lupa… bahwa… memang mie instan enak…, lebih menarik dari segi tampilan…  Tetapi lebih enak… sama mengenyangkan… lebih sehat… lebih memancing selera… jika menggunakan mie.. yang diolah sendiri… walaupun sama-sama mengenyangkan.

Yah… orang tidak lagi punya kesadaran… kesabaran… untuk menikmati lebih dengan usaha lebih.

Ini juga yang menjadikan… anak-anak generasi.. sekarang… kurang punya daya juang. Cepat putus asa…. menghadapi masalah sedikit… mereka sudah cepat “menguncup” dan berteriak-teriak minta tolong…. Tidak mengenal… untuk makan nasi.. prosesnya bisa sangat panjang… dari merebus air, “mengaru”.. kemudian mengukus.. dan mendinginkan dalam tampah beralas daun… hanya “klik” menggunakan rice cooker yang mereka tahu..

Apakah itu begitu buruk???

Tentu saja tidak… ada saatnya memang kita harus berpacu waktu… melakukan trobosan singkat… tetapi… ada saatnya kita harus melakukan proses panjang…. Tergantung dari situasi dan hasil akhir yang diinginkan. Yang terpenting adalah… mereka memahami setiap proses ini… cepat atau lambat… instan atau bertahap…

Jadi????

Menurut hemat saya….  Memang situasi kini… begitu sangat kompleks… menyebabkan… orang begitu mudah mencari jalan pintas…

Lalu???

Sebagai ibu… sebagai orang tua… saya mencoba menekankan pada anak-anakku… saya hanya menuntut mereka berjuang tanpa henti… Dalam  perjuangan… walaupun perjuangan mereka (haruslah) sangat keras.. mereka tetap harus memperhatikan kebutuhan diri… untuk istirahat… untuk sehat… untuk berbahagia Oleh karena itu yang menjadi Landasan perjuangan mereka adalah untuk mencapai target utama yaitu… “Standrat manusia Utama sebagai Hamba Allah”…  Bukan Duniawi…   Satu hal lagi… apapun hasil pencapaian… (setelah berjuang keras) bukanlah… sesuatu yang perlu disedihkan, dibanggakan, dipamerkan, diagungkan…

Jadi… anak-anakku paham…

Ketika ibunya marah besar… karena waktu ujian… santaaaiiiii… gak belajar… duduk-duduk nonton TV.., sibuk dengan HP… atau bermalas-malasan.

Dan anak-anakku paham…

Ketika… mereka gagal pada sebuah ujian… ibunya… tetap akan menyambut kepulangan mereka dalam pelukan hangat, usapan dirambut dan kecupan penghapus airmata kesedihan….

Dan anak-anakku juga sangat paham…

ada masanya… ujian bukan hal penting… karena saat itu… mereka sedang sakit…. Lebih Utama beristirahat… dan menebus ujian disaat yang lain.

Yah… I Love them… so much…

Saya berharap… saya berdoa… saya memohon… agar Allah senantiasa memberi mereka pemahaman untuk tidak melakukan hal-hal tidak sesuai dengan urutan prioritas mereka dalam upaya pencapaian manusia utama… HAMBA ALLAH AZZA WA JALLA… Dan Allah senantiasa akan menjaga mereka tetap dalam koridorNYA. Amin

2 Komentar

  1. emma said

    Benar,berdialog dengan mereka, mendengarkan apa mau anak, bahkan sampai percintaannya pun, perlu kita lakukan agar mereka tetap merasa di “manusia”kan dan mereka pun tak “bersembunyi” dari kita, menyelesaikan masalah yang tengah di hadapi bersama orang tuanya..tidak dengan “cara instan” bunuh diri, belum ada yang menjamin masalahnya selesai setelah bunuh diri itu..entah apa yang di berikan Allah, kpd orang-2 yang bunuh diri di alam sana…hhmm..

  2. nenyok said

    Salam
    Hmm saya sendiri ga habis pikir Mba, ya paling tidak tahu lah bahwa itu perbuatan dosa ya dosa besar, sebegitu rapuhnya ya hanya krn alasan2 sepele bisa ngorbanin diri seperti itu, sayang sekali…begitu putus asakah padahal Alloh Maha mendengar dan maha Penolong…

RSS feed for comments on this post

Komentar ditutup.